Rabu, 15 April 2015

Human Philosophical Reflections 2 : Knowledge, Intelligence, Affection, and Freedom

1. Knowledge (Pengetahuan)

Gambar 1.1 (Knowladge)


Pengetahuan tidak bisa dipandang seperti memandang suatu objek yang terdapat di sana, di depan subjek, yang dapat dijangkau oleh pandangan dan oleh tangan manusia. Permasalahan kritis di sini adalah kompleksitas pengetahuan manusia yang sulit dijangkau secara lengkap, utuh, dan paripurna oleh budi manusia yang terbatas.

1.1 Jenis – jenis Pengetahuan
  • Pengetahuan Indrawi Lahir atau Indrawi Luar : Kalau orang mencapainya secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasaan, serta peraba setiap kenyataan yang mengelilinginya.
  • Pengetahuan Indrawi Batin : Ketika menampakkan dirinya kepada orang dengan ingatan dan khayalan, baik mengenai apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauannya.
  • Pengetahuan Perseptif : Ketika sambil muncul secara spontan, pengetahuan itu memungkinkan orang untuk menyesuaikan dirinya secara langsung dengan situasi yang disajikan. Pengetahuan dalam arti ini lebih menyatakan dirinya melalui gerakan tangan, tingkah laku, gerakan-gerakan, sikap-sikap, tindakan, serta jerit teriakan, daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan keterangan yang jelas.
  • Pengetahuan Refleksif : Ketika pengetahuan itu membuat objektif kodrat dari suatu realitas apa pun juga. Pengungkapannya adalah, baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta putusan-putusan maupun dalam bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.
  • Pengetahuan Diskursif : Ketika pengetahuan itu memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek yang lain, ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke bagian-bagian, dan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pengetahuan dalam arti ini lebih menampakkan diri sebagai sesuatu yang datang dari sebab ke akibat dan dari akibat ke sebab, dari prinsip ke konsekuensi dan dari konsekuensi ke prinsip, dan sebagainya.
  • Pengetahuan Intuitif : Ketika pengetahuan menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya, keseluruhan dalam satu bagian, sebab dalam akibat, konsekuensi dalam prinsip, dan sebagainya.
  • Pengetahuan Induktif : Bila menarik yang universal dari yang individual, dan sebaliknya deduktif, bila menarik yang individual dari yang universal.
  • Pengetahuan Kontemplatif : Bila mempertimbangkan benda-benda dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri.
  • Pengetahuan Spekulatif : Bila mempertimbangkan benda-benda dalam bayangan-bayangan dan ide-ide, atau konsep-konsep tentang benda-benda itu.
  • Pengetahuan Praktis : Kalau mempertimbangkan benda-benda menurut bagaimana mereka bisa dipergunakan.
  • Pengetahuan Sinergis : Kalau merupakan akumulasi dari seluruh daya kemampuan dari subjek (yang sedang mengetahui). Keseluruhan jenis pengetahuan ini dikoordinasikan dari anggota-anggotanya, organ-organnya, dan kemampuan-kemampuannya, yang indrawi dan intelektif.

2. Intelligence (Pengertian)
Gambar 2.1 (Intelligence)

Istilah Inteligensi diambil dari kata intellectus dan kata kerja intellegere (bahasa Latin). Kata intellegere terdiri dari kata intus yangartinya dalam pikiran atau akal, dan kata legere yang berarti membaca atau menangkap. Kata intellegere dengan ini berarti membaca dalam pikiran atau akal segala hal dan menangkap artinya yang dalam.
Inteligensi adalah kegiatan dari suatu organisme dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi, dengan menggunakan kombinasi fungsi-fungsi seperti persepsi, ingatan, konseptual, abstraksi, imajinasi, atensi, konsentrasi. seleksi relasi, rencana, ekstrapolasi, prediksi, kontrol (pengendalian), memilih, mengarahkan. Berbeda dengan naluri, kebiasaan, adat istiadat, hafalan tanpa mempergunakan pikiran, tradisi. Pada tingkat intelek (pemahaman) yang lebih tinggi, inteligensi juga dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah-masalah (soal-soal kebingungan) dengan penggunaan pemikiran abstrak.


2.1 Bentuk – bentuk Intelektif Manusia

Pengetahuan Intelektif Paling Rendah (Persepsi) : Digerakkan secara tidak sadar dan prareflektif. Misalnya tampak pada refleksi spontan, prasadar, dan prapribadi.
Pengetahuan Intelektif Penampakan (aprehensi) : Bentuk pengetahuan dimana pada suda hterdapat kesadaran, meskipun subjek menerima apa yang terjadi pada dirinya secara pasif tanpa keinginannya.
Pengetahuan Intelektif Insight : Penangkapan intelektual secara mendadak mengenai objek. Melalui tahap ini intelegensi manusia tidak hanya menyadari secara pasif apa yang terjadi, tetapi juga berusaha untuk menangkap esensi atau hakikat atau inti peristiwa tertentu.
Pengetahuan Intelektif Diskursif : Berasal dari kata di-curres yang artinya berlari le berbagai arah melalui induksi, deduksi, refleksi, subjektif-objektif, dan sebagainya.
Pengetahuan Intelektif Tahap yang Lebih Tinggi : Keputusan atau keyakinan akan kebenaran atau kesalahan dari hasil penyelidikan tertentu. Putusan inilebih bersifat reflektif, karena penguatan atau afirmasi yang diberikan sungguh – sungguh didasarkan pada landasan yang bisa dipertanggung jawabkan.


3. Affection (Afektivitas)

Gambar 3.1 (Affection)

Cipta (kognisi), karsa (konasi), rasa (afeksi), itulah trias-dinamika manusia, atau manusia sebagai trias-dinamika. Diakui bahwa manusia bukan saja memiliki kemampuan kognitif-intelektual, tetapi juga afektivitas. Jelasnya, di samping pengetahuan, afektivitas juga membuat manusia berada secara aktif dalam dunianya serta berpartisipasi dengan orang lain dan dengan peristiwa-peristiwa dunianya.
Melalui peranan afektivitaslah, manusia tergerakkan hatinya, keinginannya, dan perasaannya atau ketertarikannya untuk mengamati, mempelajari, dan mengembangkan pengada-pengada aktual di sekitarnya menjadi bagian dari proses keberadaannya. Afektivitas tidak sama dengan pengetahuan, namun menjadi penggerak atau penyebab dan sekaligus akibat dari proses pengetahuan manusia dalam arti penerapannya dalam bentuk perbuatan atau tindakan. Berikut ini adalah kondisi – kondisi afektivitas :
  • Pertama, antara subjek dan objek harus ada ikatan kesamaan atau kesatuan itu sendiri, karena ketika tidak ada kesamaan maka tidak akan ada afektivitas.
  • Kedua, nilai (baik dan buruk), dalam kondisi ini, ketika objek dipandang memiliki sebuah nilai maka subjek akan melahirkan kegiatan afektif, karena afektivitas itu sendiri adalah berdasar pada kecintaan akan sesuatu maka subjek pada akhirnya akan melahirkan kegiatan afektif untuk menolak atau menerima.
  • Ketiga, sifat dasariah dan kecenderungan kognitif, pada kondisi ini subjek akan dalam melakukan sebuah afektif harus ditunjang dengan sebuah sifat dasariah yang akan mendorong dia untuk lebih cenderung, selera, berkeinginan akan sesuatu yang pada akhirnya akan menimbulkan kegiatan afektif yang ternyata memang sesuai dengan sifat dasariah tersebut.
  • Keempat, mengenal adalah kausa dari afektivitas. Dalam proses mengenal subjek akan mengalami kondisi dimana dia harus berusaha mendefinisikan objek yang akan dikenalinya dan ketika definisi tentang objek tersebut telah tercapai maka pada akhirnya akan lahir sebuah keputusan afektif apakah dia harus menyerang, mencintai, mempertahankan diri atau yang lainnya.
  • Kelima, imajinasi. Untuk menimbulkan kegiatan afektif maka imajinasi dapat menjadi sebuah pendorong, semangat, mempengaruhi bahkan membohongi.


4. Freedom (Kebebasan)

Gambar 4.1 (Freedom)


Manusia mungkin akan merealisasikan dirinya secara penuh jika ia bebas. gagasan kebebasan semacam ini selalu actual dalam hidup manusia selain karena kebebasan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia, juga karena kebebasan itu dalam kenyataanya merupakan suatu yang bersifat “fragile” (bersifat sensitive dan rapuh). Manusia adalah makhluk yang bebas sekaligus manusia adalah makhluk yang harus senantiasa memperjuangkan kebebasannya. “Freedom is Self Determination”. Berdasarkan pengertian itu dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu sifat atau ciri khas perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia dan bukan pada binatang atau benda – benda.

4.1 Bentuk – bentuk Kebebasan Menurut Louis Leahy
  • Kebebasan Fisik : Ketiadaan paksaan fisik. Artinya adalah tidak adanya halangan atau rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material.
  • Kebebasan Moral : Ketiadaan paksaan moral hukum atau kewajiban. Kebebasan moral berbeda dengan kebebasan psikologis, namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis, namun jika ada kebebasan psikologis, belum tentu ada kebebasan moral. Kebebasan moral dapat dibatasi denga pemberian larangan atau kewajiban secara moral.
  • Kebebasan Psikologis : Ketiadaan paksaan secara psikologis. Mempunyai kemampuan untuk mengarahkan hidupnya, kebebasan berkehendak dan memilih.
sumber :

Binusmaya Pertemuan ke - 5. (26-27 Maret 2015) GSLC. Human Philosophical Reflections 2 : Knowledge, Intelegence, Affection, and Freedom. Copyright 2002 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.

1 komentar:

  1. Waaah sangat menarik sekali post kali ini, keterangannya juga sangat jelas. Saya beri nilai 90

    BalasHapus