Rabu, 11 Maret 2015

Mendu teater kebudayaan natuna

Jika Anda mengunjungi Kabupaten Natuna, maka Anda bisa menikmati Kesenian Tradisional Mendu yang dimainkan secara kolosal selama tujuh malam.
Permainan ini pada saat itu menggunakan syeh-syeh orang kayangan, dimana syeh-syeh tersebut dibangkitkan atau dipanggil oleh orang Kaya Maddun sebagai seorang bangsawan. Karena bermain dengan syeh atau orang halus maka orang-orang itu atau masyarakat sangat tertarik melihat dan mendengar alat musik dan nyanyian mendu tersebut.
Panggung dibuat dengan sangat sederhana hanya menggunakan atap daun sagu dan batasan kiri dan kanannya terbuat dari daun kelapa, bunga daun gading dan daun pinang. Kesemuanya di hias di sekitar tempat bermain. Anyaman ketupat digantung pada setiap tempat, terutama tempat duduk Dewa Mendu berlandun memberi titah dan sebagainya.

Cerita Mendu menurut yang tertulis dalam kamus WJS. Poerwadinata edisi tahun 1976 adalah semacam sandiwara yang mengisahkan tentang raja-raja di sebuah kerajaan Antapura, Langkadura dan Astasina. Teater tradisonal Mendu ini yang pemainnya dimainkan pada malam hari.(Man/Berbagai sumber)

Kesenian Mendu ini menceritakan bahwa di dalam suatu kerajaan Antapura yang dipimpin oleh seorang Raja Langkadura namanya, ia mempunyai seorang putri yang pada waktu itu terkenal dengan kecantikannya bernama Siti Mahdewi.

Karena kecantikannya hingga terdengar oleh Raja Laksmalik, dan Raja tersebutpun berniat untuk meminang si Putri Siti Mahdewi tersebut.
Dan pinangannya tersebut di tolak oleh ayahnda putri Siti Mahdewi. Dan Raja Laksmalikpun marah besar karena pinangannya ditolak oleh ayahanda Putri Siti Mahdewi tersebut, maka di sihirnyalah Putri Siti Mahdewi menjadi seekor gajah putih.
Dan oleh ayahanda-nya gajah putih tersebut dibuangnlah kehutan belantara. Tak lama kemudian turunlah dari kayangan adik Dewa Mendu yang bernama Angkara Dewa dan kemudian menyusullah Dewa Mendu.
Setelah sekian lama mereka turun ke bumi dan bertemu dengan gajah putih tersebut, dalam perjalanan yang panjang berhasillah si Angkara Dewa merubah gajah putih tersebut menjadi wujud aslinya yaitu seorang putri yang cantik tak lain dan tak bukan ialah putri Siti Mahdewi.
Karena kecantikannya yang sangat memikat, Angkara Dewa dan Dewa Mendu pun berselisih paham untuk memiliki Putri Siti Mahdewi. Akhir dari cerita ini sang adikpun mengalah dan Putri Siti Mahdewipun di persuntingkan oleh sang kakak yaitu Dewa Mendu.




( Sumber : Buku Disporabudpar Kabupaten Natuna edisi 1 &  2 tahun 2009 )

2 komentar:

  1. Waaah, ceritanya menarik, baru pernah denger loh cerita ini, gaya penulisannya juga bagus ky...

    oia, cuma buat tambahan aja, mungkin jenis tulisannya bisa dubah, soalnya rada rumit nih bacanya, hehehe, thank you :D

    BalasHapus
  2. makasih banyak karel atas sarannya :)

    BalasHapus