KOMPAS.com
Rabu, 1 Oktober 2014 | 11:49 WIB
Tak ada keberhasilan yang diraih hanya dalam semalam. Untuk
mencapainya dibutuhkan pengorbanan, ketekunan, serta kerja keras.
Pengalaman menjadi guru.
Itulah prinsip utama yang dipegang
Nicholas Susanto Tjandra (17), pelajar IPEKA Puri, Jakarta Barat, peraih
medali emas bidang Matematika di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2014 di
Lombok.
Mengurut kembali
perjalanan meraih emas, Nicholas menuturkan, persiapannya sangat keras.
Kali pertama, dirinya harus berkompetisi dengan rekan-rekan satu
sekolahnya. Setelah lolos, ia masih harus bersaing lagi di tingkat
kotamadya Jakarta Barat. Lepas dari seleksi tersebut, ia naik ke jenjang
provinsi.
Di tingkat provinsi pun Nicholas masih menghadapi
seleksi lagi. Ada dua tahap seleksi dia hadapi. Tahap pertama ada 125
orang, dengan 25 orang diantaranya dari masing-masing tingkat kotamadya
di Jakarta. Mereka dikumpulkan di satu tempat dan diberi pelatihan. Proses
selanjutnya, dari 125 orang itu kembali diseleksi untuk diambil 50
orang siswa. Dari sekitar 50 orang itulah yang kemudian mewakili
kontingen DKI Jakarta dan dipertandingkan untuk tingkat provinsi melawan
provinsi lainnya. Setelah itu, barulah Nicholas melenggang masuk ke
tingkat nasional.
"Memang berat, tapi saya tetap enjoy supaya
tidak stres. Saya menikmati semua pelatihan yang diberikan saat di
karatina. Sebelumnya, saya sudah mengikuti lomba OSN dari tingkat SMP,
sehingga ilmunya terpakai terus sampai sekarang," ujar Nicholas
Untuk
menjadi yang terbaik, dia mengaku harus bersaing dengan banyak siswa.
Di tingkat nasional, saingannya ada 99 orang untuk dipilih menjadi 30
pemenang dan mendapatkan 15 perunggu, 10 perak, serta 5 emas. Nicholas percaya dirinya menghadapi banyak "tekanan". Dia menilai, para "jawara
sains" tersebut tidak hanya datang dari provinsi di Jawa, tetapi dari
seluruh Indonesia.
"Bakat itu tersebar di semua siswa di
Indonesia. Hanya saja, guru-guru bagus tidak tersebar di sana. Guru-guru
yang bagus kebanyakan ada di ibukota atau provinsi-provinsi besar.
Jadi, memang yang sudah tahunan rutin hasilnya bagus itu di seputaran
Jawa saja," kata pelajar SMA IPA kelas 12 ini.
Nicholas merasa tidak ada punya banyak beban saat tampil di OSN. Dia
mengatakan, pengalaman selama inilah yang membuatnya demikian, ketekunan
dan kerja keras Nicholas diuji. Selama mengikuti OSN, dia benar-benar
belajar keras, selain juga harus menjaga kondisi tubuhnya agar
senantiasa bugar. Pun, yang tak kalah penting, dia harus mempersiapkan
mentalnya.
"Soal matematikanya tertulis, tak ada praktik. Dua
hari hanya untuk lomba. Setiap hari ada empat soal. Empat soal dengan
waktu empat jam. Jadi, mengerjakan semua soal dalam waktu empat jam.
Untuk itu saya harus selalu fit dan tentu saja, siap mental juga,"
katanya.
Atas keberhasilan itu, Nicholas menyatakan terima kasih
kepada sekolahnya yang terus memberikan bimbingan atau jam pelajaran
tambahan. Selain itu, sekali setiap pekan, dia juga mendapat bimbingan
dari guru privat bersama teman-temannya. Nicholas telah mengikuti OSN sejak kelas 10
(SMA). Medali yang didapatnya pun terus naik, mulai hanya perunggu,
kemudian perak, sampai akhirnya menggondol emas. Dia akui, faktor
pengalaman juga berpengaruh dalam menghadapi OSN tahun ini. Jika kali
pertama merasa guguk, kini dirinya makin terbiasa berkompetisi.
"Pengalaman membuat mental saya semakin siap," ujar pengagum Steve Jobs itu.
Nicholas mengaku tak punya metode khusus dalam belajar. Dia hanya banyak berlatih soal, tak lebih. Dan
ternyata, peran orang tua
sangat mempengaruhi kesukaan Nicholas pada Matematika. Saat
kanak-kanak, ayahnya yang merupakan seorang pedagang, kerap meminta
Nicholas kecil untuk menghitung. Setelah OSN nanti,
Nicholas ingin sekali mengikuti Olimpiade Matematika (IMO 2014).
Penggemar hobi bermain futsal ini berjanji akan berusaha keras menembus
kompetisi tersebut. Baginya, membagi waktu akan menjadi salah satu
kunci suksesnya.
"Dalam sehari, selain
tidur, ada waktu 16 jam. Tidak mungkin selama 16 jam itu belajar terus.
Di sekolah juga bisa belajar sambil bersosialisasi. Lalu, di rumah
sediakan waktu sekitar sejam atau dua jam untuk latihan," kata Nicholas.
Kelak, kata Nicholas, dia ingin membenahi pendidikan di Indonesia jika suatu saat nanti menjadi Menteri Pendidikan Nasional.
"Saya ingin pembuat pendidikan yang seru dan dinamis. Ya, supaya anak-anak tertarik untuk selalu belajar," katanya.
kisah sangat menginspirasi, cocok dibaca untuk kalangan pelajar yang sudah mulai tidak semangat !
BalasHapus