- "Kreatifitas itu tidak boleh mati". Semboyan itulah yang
memotivasi Usman (37 tahun), seorang pria yang menghasilkan puluhan kursi
cantik dan awet dari ban bekas, setiap harinya usaha rintisan bapaknya di tahun 1980-an itu, kini semakin berkembang besar,
dengan dua puluh lima karyawan, dan pengiriman ratusan buah ke luar pulau jawa
tiap bulannya.
Sebagian orang mungkin tak menyangka, kursi cantik dari ban bekas itu, berasal
dari sini, di sebuah Desa Kasugengan Lor, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon,
Jawa Barat. Lokasi produksi yang tak jauh dari jalur utama Pantura, dan tepat
di pinggir jalan ini, tampak seperti sebuah tukang loak. Meski sedikit kokoh,
bangunan terkesan didirikan dengan bahan seadanya. Pintu masuknya terbuat dari
seng, di sekelilingnya dipenuhi barang dan ban bekas.
Namun ternyata, setelah masuk, anda akan dikagetkan dengan tumpukan puluhan,
bahkan ratusan ban bekas, yang berada di atas lahan sekitar satu hektar. Sebagian
masih bahan mentah, sebagian sudah disulap menjadi kursi ban bekas yang cantik.
Di bagian depan, Usman membelah ban bekas menggunakan pisau yang sangat tajam.
Di bagian tengah hingga paling belakang, belasan pekerjanya pula mengolah dan
membuat kursi ban bekas.
Setiap minggu, Usman membeli ban bekas truk fuso yang berukuran sangat besar
sejumlah 120 buah, dari Jakarta. Ia pula membeli ban bekas mobil truk, dan
mobil biasa, untuk anyaman dan kreasi lainnya.
"Kebanyakan bahannya (ban bekas) dari Jakarta. Tapi ada juga dari daerah
lain. Sekali beli, pakai truk fuso," jelas Usman di tengah aktivitasnya,
Sabtu siang (11/10/2014).
Usaha kursi dari ban bekas yang sedang dijalaninya itu, ternyata rintisan
bapaknya, Yusuf, di tahun 1980an. Dari yang hanya ditemani dua orang pekerja,
kini usaha ban bekas itu dipenuhi lima belas hingga dua puluh lima karyawan
bila kejar target.
"Bahkan dahulu bapak memulai usahanya sejak masih merantau di Jakarta.
Karena melihat banyak ban bekas berantakan, ia belajar merapihkan hingga bisa
membuat kursi," kata Usman.
Dalam sehari, bapak yang baru dianugerahi dua anak, bersama lima belas
pegawainya, dapat menghasilkan lima belas set, dengan jumlah satu setnya 4
kursi dan satu meja, dalam satu hari. "Dalam seminggu, kita bisa selesaikan
sekitar 105 set, atau sebanyak 420 kursi, dan 105 meja, siap kirim," jelas
Usman.
Dan yang cukup mengagumkan, ban bekas yang sudah disulap menjadi kursi cantik,
kokoh, dan awet itu, biasa dikirim ke Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur
(dahulu), dan beberapa daerah lainnya, dengan total sekitar 100 set setiap
minggunya.
Satu set kursi ban bekas Usman jual seharga Rp 400.000. Dari pengiriman tiap
minggunya, ia mendapat sekitar Rp 40.000.000. Dan dalam satu bulan, Usman dapat
meraup untung sekitar Rp 160 juta.
Laba yang terbilang besar, dilihat dari jumlah modal pembelian ban bekas yang
cukup murah, dan beberapa ban baru untuk di bagian permukaan. Ia hanya
menambahkan ongkos transport, pengiriman barang, dan upah bagi 25 karyawan yang
dibayar sesuai dengan tingkat kesulitannya.
"Meski ban bekas, tapi kalau bisa merajutnya, merapihkan, dan
mempercanrtik, orang pun pasti tertarik. Apalagi kursi ini lebih jauh lebih
awet ketimbang kursi kayu," jelas Usman.
Usman mengklaim, usaha rintisan bapaknya itu merupakan usaha kursi ban bekas
tertua dan terbesar di Cirebon ketimbang yang lain. Sudah 34 tahun berdiri,
Yusuf bersama Usman sudah menghidupi ekonomi masyarakat sekitar, dan tidak
sedikit pemuda putus sekolah yang diberdayakan di usahanya.
Miliki (17 tahun) sudah sekitar tiga tahun bekerja membungkus sandaran tangan
kursi ban bekas dengan busa dan kain. Pemuda yang putus sekolah saat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) mengaku senang, lantaran satu hari ia bisa dapat upah
sekitar Rp. 30.000 - Rp. 50.000 perhari.
"Lumayan bisa buat makan dan jajan sendiri. Ini lebih baik, daripada saya
nganggur Mas," kata Miliki yang tinggal di Blok Kambuan, Desa Kambuan,
Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon.
KOMPAS, Senin 13 oktober 2014
penulis : Kontributor Kompas TV, Muhamad Syahri Romdhon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar