Kamis, 23 Oktober 2014

pengertian berpikir kritis

Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Iskandar (2009: 86-87) Kemampaun berpikir merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada suatu   proses   intelektual   yang   melibatkan   pembentukan   konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.   Berpikir   adalah   satu   keaktifan   pribadi   manusia   yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman yang kita kehendaki. Sumadi Suryabrata (2002: 55) proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
  1. Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, contohnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu contohnya adalah menganalisis manusia dari Eropa, Indonesia, dan Cina. Tahap selanjutnya yaitu membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak sama. Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki.
  2. Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat, yang terdiri dari subyek dan predikat. Misalnya rumah itu baru, rumah adalah subyek, dan baru adalah predikat. Pendapat itu sendiri dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif, negatif, dan kebarangkalian.
  3. Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu keputusan induktif, keputusan deduktif, dan keputusan analogis. Misalkan contoh dari keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan memuai.

Jumat, 17 Oktober 2014

Dari Ban Bekas, Usman Raup Ratusan Juta

- "Kreatifitas itu tidak boleh mati". Semboyan itulah yang memotivasi Usman (37 tahun), seorang pria yang menghasilkan puluhan kursi cantik dan awet dari ban bekas, setiap harinya usaha rintisan bapaknya di tahun 1980-an itu, kini semakin berkembang besar, dengan dua puluh lima karyawan, dan pengiriman ratusan buah ke luar pulau jawa tiap bulannya.

Sebagian orang mungkin tak menyangka, kursi cantik dari ban bekas itu, berasal dari sini, di sebuah Desa Kasugengan Lor, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Lokasi produksi yang tak jauh dari jalur utama Pantura, dan tepat di pinggir jalan ini, tampak seperti sebuah tukang loak. Meski sedikit kokoh, bangunan terkesan didirikan dengan bahan seadanya. Pintu masuknya terbuat dari seng, di sekelilingnya dipenuhi barang dan ban bekas.

Namun ternyata, setelah masuk, anda akan dikagetkan dengan tumpukan puluhan, bahkan ratusan ban bekas, yang berada di atas lahan sekitar satu hektar. Sebagian masih bahan mentah, sebagian sudah disulap menjadi kursi ban bekas yang cantik.
Di bagian depan, Usman membelah ban bekas menggunakan pisau yang sangat tajam. Di bagian tengah hingga paling belakang, belasan pekerjanya pula mengolah dan membuat kursi ban bekas.

Setiap minggu, Usman membeli ban bekas truk fuso yang berukuran sangat besar sejumlah 120 buah, dari Jakarta. Ia pula membeli ban bekas mobil truk, dan mobil biasa, untuk anyaman dan kreasi lainnya.

"Kebanyakan bahannya (ban bekas) dari Jakarta. Tapi ada juga dari daerah lain. Sekali beli, pakai truk fuso," jelas Usman di tengah aktivitasnya, Sabtu siang (11/10/2014).

Usaha kursi dari ban bekas yang sedang dijalaninya itu, ternyata rintisan bapaknya, Yusuf, di tahun 1980an. Dari yang hanya ditemani dua orang pekerja, kini usaha ban bekas itu dipenuhi lima belas hingga dua puluh lima karyawan bila kejar target.

"Bahkan dahulu bapak memulai usahanya sejak masih merantau di Jakarta. Karena melihat banyak ban bekas berantakan, ia belajar merapihkan hingga bisa membuat kursi," kata Usman.

Dalam sehari, bapak yang baru dianugerahi dua anak, bersama lima belas pegawainya, dapat menghasilkan lima belas set, dengan jumlah satu setnya 4 kursi dan satu meja, dalam satu hari. "Dalam seminggu, kita bisa selesaikan sekitar 105 set, atau sebanyak 420 kursi, dan 105 meja, siap kirim," jelas Usman.

Dan yang cukup mengagumkan, ban bekas yang sudah disulap menjadi kursi cantik, kokoh, dan awet itu, biasa dikirim ke Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur (dahulu), dan beberapa daerah lainnya, dengan total sekitar 100 set setiap minggunya.

Satu set kursi ban bekas Usman jual seharga Rp 400.000. Dari pengiriman tiap minggunya, ia mendapat sekitar Rp 40.000.000. Dan dalam satu bulan, Usman dapat meraup untung sekitar Rp 160 juta.

Laba yang terbilang besar, dilihat dari jumlah modal pembelian ban bekas yang cukup murah, dan beberapa ban baru untuk di bagian permukaan. Ia hanya menambahkan ongkos transport, pengiriman barang, dan upah bagi 25 karyawan yang dibayar sesuai dengan tingkat kesulitannya.

"Meski ban bekas, tapi kalau bisa merajutnya, merapihkan, dan mempercanrtik, orang pun pasti tertarik. Apalagi kursi ini lebih jauh lebih awet ketimbang kursi kayu," jelas Usman.

Usman mengklaim, usaha rintisan bapaknya itu merupakan usaha kursi ban bekas tertua dan terbesar di Cirebon ketimbang yang lain. Sudah 34 tahun berdiri, Yusuf bersama Usman sudah menghidupi ekonomi masyarakat sekitar, dan tidak sedikit pemuda putus sekolah yang diberdayakan di usahanya.

Miliki (17 tahun) sudah sekitar tiga tahun bekerja membungkus sandaran tangan kursi ban bekas dengan busa dan kain. Pemuda yang putus sekolah saat Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengaku senang, lantaran satu hari ia bisa dapat upah sekitar Rp. 30.000 - Rp. 50.000 perhari.

"Lumayan bisa buat makan dan jajan sendiri. Ini lebih baik, daripada saya nganggur Mas," kata Miliki yang tinggal di Blok Kambuan, Desa Kambuan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon.


KOMPAS, Senin 13 oktober 2014

penulis : Kontributor Kompas TV, Muhamad Syahri Romdhon

Rabu, 08 Oktober 2014

Nicholas, Peraih Emas di Olimpiade Sains Ini Mau Jadi Mendiknas!

KOMPAS.com
Rabu, 1 Oktober 2014 | 11:49 WIB




Tak ada keberhasilan yang diraih hanya dalam semalam. Untuk mencapainya dibutuhkan pengorbanan, ketekunan, serta kerja keras. Pengalaman menjadi guru.

Itulah prinsip utama yang dipegang Nicholas Susanto Tjandra (17), pelajar IPEKA Puri, Jakarta Barat, peraih medali emas bidang Matematika di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2014 di Lombok. 

Mengurut kembali perjalanan meraih emas, Nicholas menuturkan, persiapannya sangat keras. Kali pertama, dirinya harus berkompetisi dengan rekan-rekan satu sekolahnya. Setelah lolos, ia masih harus bersaing lagi di tingkat kotamadya Jakarta Barat. Lepas dari seleksi tersebut, ia naik ke jenjang provinsi.

Di tingkat provinsi pun Nicholas masih menghadapi seleksi lagi. Ada dua tahap seleksi dia hadapi. Tahap pertama ada 125 orang, dengan 25 orang diantaranya dari masing-masing tingkat kotamadya di Jakarta. Mereka dikumpulkan di satu tempat dan diberi pelatihan. Proses selanjutnya, dari 125 orang itu kembali diseleksi untuk diambil 50 orang siswa. Dari sekitar 50 orang itulah yang kemudian mewakili kontingen DKI Jakarta dan dipertandingkan untuk tingkat provinsi melawan provinsi lainnya. Setelah itu, barulah Nicholas melenggang masuk ke tingkat nasional.

"Memang berat, tapi saya tetap enjoy supaya tidak stres. Saya menikmati semua pelatihan yang diberikan saat di karatina. Sebelumnya, saya sudah mengikuti lomba OSN dari tingkat SMP, sehingga ilmunya terpakai terus sampai sekarang,"
ujar Nicholas


Untuk menjadi yang terbaik, dia mengaku harus bersaing dengan banyak siswa. Di tingkat nasional, saingannya ada 99 orang untuk dipilih menjadi 30 pemenang dan mendapatkan 15 perunggu, 10 perak, serta 5 emas. Nicholas percaya dirinya menghadapi banyak "tekanan". Dia menilai, para "jawara sains" tersebut tidak hanya datang dari provinsi di Jawa, tetapi dari seluruh Indonesia.

"Bakat itu tersebar di semua siswa di Indonesia. Hanya saja, guru-guru bagus tidak tersebar di sana. Guru-guru yang bagus kebanyakan ada di ibukota atau provinsi-provinsi besar. Jadi, memang yang sudah tahunan rutin hasilnya bagus itu di seputaran Jawa saja,"
kata pelajar SMA IPA kelas 12 ini.


Nicholas merasa tidak ada punya banyak beban saat tampil di OSN. Dia mengatakan, pengalaman selama inilah yang membuatnya demikian, ketekunan dan kerja keras Nicholas diuji. Selama mengikuti OSN, dia benar-benar belajar keras, selain juga harus menjaga kondisi tubuhnya agar senantiasa bugar. Pun, yang tak kalah penting, dia harus mempersiapkan mentalnya.

"Soal matematikanya tertulis, tak ada praktik. Dua hari hanya untuk lomba. Setiap hari ada empat soal. Empat soal dengan waktu empat jam. Jadi, mengerjakan semua soal dalam waktu empat jam. Untuk itu saya harus selalu fit dan tentu saja, siap mental juga," katanya.

Atas keberhasilan itu, Nicholas menyatakan terima kasih kepada sekolahnya yang terus memberikan bimbingan atau jam pelajaran tambahan. Selain itu, sekali setiap pekan, dia juga mendapat bimbingan dari guru privat bersama teman-temannya. Nicholas telah mengikuti OSN sejak kelas 10 (SMA). Medali yang didapatnya pun terus naik, mulai hanya perunggu, kemudian perak, sampai akhirnya menggondol emas. Dia akui, faktor pengalaman juga berpengaruh dalam menghadapi OSN tahun ini. Jika kali pertama merasa guguk, kini dirinya makin terbiasa berkompetisi.

"Pengalaman membuat mental saya semakin siap," ujar pengagum Steve Jobs itu.

Nicholas mengaku tak punya metode khusus dalam belajar. Dia hanya banyak berlatih soal, tak lebih. Dan

ternyata, peran orang tua sangat mempengaruhi kesukaan Nicholas pada Matematika. Saat kanak-kanak, ayahnya yang merupakan seorang pedagang, kerap meminta Nicholas kecil untuk menghitung. Setelah OSN nanti, Nicholas  ingin sekali mengikuti Olimpiade Matematika (IMO 2014). Penggemar hobi bermain futsal ini berjanji akan berusaha keras menembus kompetisi tersebut. Baginya, membagi waktu akan menjadi salah satu kunci suksesnya. 

 "Dalam sehari, selain tidur, ada waktu 16 jam. Tidak mungkin selama 16 jam itu belajar terus. Di sekolah juga bisa belajar sambil bersosialisasi. Lalu, di rumah sediakan waktu sekitar sejam atau dua jam untuk latihan," kata Nicholas.

Kelak, kata Nicholas, dia ingin membenahi pendidikan di Indonesia jika suatu saat nanti menjadi Menteri Pendidikan Nasional.  

 "Saya ingin pembuat pendidikan yang seru dan dinamis. Ya, supaya anak-anak tertarik untuk selalu belajar,"  katanya.